Optimalisasi Pengelolaan Tanah Wakaf Di Kota
Cirebon Menggunakan Profit Wakaf Uang
Oleh : Anisa Nurul Fauziah
(Tulisan ini saya angkat setelah mengetahui
bahwa potensi wakaf di Indonesia cukup besar tak terkecuali di Kota
kelahiran saya Cirebon, Jawa Barat).
Dinamika perwakafan nasional semakin tahun terus mengalami perkembangan yang
cukup dinamis. Pengelolaan tanah wakaf saat ini mulai bergeser dari tata cara
pengelolaan bersifat 'tradisional' seperti mewakafkan tanah wakaf untuk
membangun masjid, madrasah, pondok pesantren, kuburan dan lain-lain mulai
bergeser kepada alokasi yang lebih bisa memberikan manfaat dalam jangka panjang
(long term). Saat ini, munculnya inovasi-inovasi baru dalam dunia perwakafan
nasional memunculkan adanya istilah yang biasa disebut dengan wakaf produktif.
Pembahasan mengenai wakaf produktif ini didalamnya termasuk wakaf uang, wakaf
logam mulia, wakaf saham dan lain sebagainya.
Dalam syariah Islam , wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik
atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau
faedahnya ( al-manfa’ah). Dasar hukum mengenai wakaf ini sebenarnya
secara umum tidak disebutkan secara jelas dalam kitab suci umat Islam yaitu
Al-Qur’an. Wakaf termasuk ke dalam infaq fii sabilillah, sehingga dasar
hukum yang digunakan adalah QS. Al-Baqarah ayat 267, QS. Al-Imran ayat 92, dan
QS. Al-Baqarah ayat 261. Ketiga ayat tersebut yang dijadikan landasan oleh para
ulama dalam menerangkan konsep wakaf. Berdasarkan kesepakatan para ulama
(ijma), wakaf dijadikan sebagai salah satu amal jariyah yang pahalanya akan
terus mengalir sekalipun orang yang berwakaf (wakif) telah meninggal
dunia.Wakaf juga merupakan amalan yang sudah dilaksanakan dan diamalkan oleh
para sahabat Nabi dan Kaum Muslimin sejak awal masa Islam hingga saat ini.
Dalam konteks kenegaraan, wakaf diatur oleh ketentuan perundang-undangan
yang memuat peraturan didalamnya. Dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah.[1]
Dalam undang-undang tersebut juga dijelaskan lebih lanjut bahwa wakaf memiliki
fungsi sebagai sarana untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk kesejahteraan umum. Sorotan utama dari
fungsi wakaf ini tentu untuk pengentasan masalah sosial seperti kemiskinan dan
sarana meningkatkan kesejehteraan masyarakat secara luas.
Beberapa tahun belakangan ini, tengah digencar-gencarkannya
terobosan mengenai wakaf produktif. Paradigma masyarakat tentang perwakafan di
Indonesia mulai mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan paradigma
tersebut terutama dalam hal pengelolaan wakaf yang ditujukan sebagai instrumen
mensejahterakan masyarakat Muslim. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan bisnis dan manajemen yang kemudian dikenal dengan konsep
wakaf produktif[2].
Pemahaman mengenai wakaf bukan lagi terpatok pada wakaf sebidang tanah yang
dalam pengelolaannya digunakan untuk pembangunan madrasah, pondok pesantren,
masjid, ataupun sarana umum yang lain. Berbagai ide dan inovasi muncul guna
pengembangan dunia perwakafan di Indonesia, salah satunya kemunculan wakaf
uang. Wakaf uang digadang-gadang mampu menjadi alternatif solusi untuk
pengentasan masalah kemsikinan dan pengembangan potensi ekonomi Indonesia.
Menilik dari masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, jumlah
umat islam yang besar di Indonesia merupakan asset dalam perhimpunan dan
pengembangan dana wakaf. [3]Berdasarkan
asumsi Cholil Nafis, jika 20 juta umat Islam Indonesia mau mengumpulkan wakaf
uang senilai Rp. 100.000.- setiap bulan, maka dana yang terkumpul adalah Rp. 24
Triliun setiap tahun. Jika ada 50 juta orang yang berwakaf, maka setiap tahun
akan terkumpul dana wakaf sebesar Rp. 60 Triliun. Jika saja terdapat 1 juta umat
Muslim yang mewakafkan dananya sebesar Rp. 100.000,- per bulan, maka akan
diperoleh pengumpulan dana wakaf sebesar Rp. 100 miliar setiap bulannya atau
setara dengan Rp.1,2 triliun per tahun. Menurut Mustafa Edwin Nasution, tentang
potensi wakaf di Indonesia dengan jumlah umat muslim yang dermawan dipekirakan
sebesar 10 juta jiwa dengan rata-rata penghasilan Rp. 500.000 – Rp. 10.000.000,
maka paling tidak akan terkumpul dana sekitar 3 triliun per tahun dari dana
wakaf seperti perhitungan tabel berikut[4] :
Tingkat
penghasilan/bulan
|
Jumlah Muslim
|
Besar
Wakaf/bulan
|
Potensi wakaf
uang/bulan
|
Potensi wakaf
uang/tahun
|
Rp. 500.000
|
4 juta
|
Rp. 5000
|
Rp. 20 milyar
|
Rp. 240
milyar
|
Rp. 1 juta –
2 juta
|
3 juta
|
Rp. 10.000
|
Rp. 30 milyar
|
Rp. 360
milyar
|
Rp. 2 juta –
5 juta
|
2 juta
|
Rp. 50.000
|
Rp. 100
milyar
|
Rp. 1,2
triliun
|
≥ Rp. 5 juta
|
1 juta
|
Rp. 100.000
|
Rp. 100
milyar
|
RP. 1,2
triliun
|
Total
|
Rp. 3 Triliun
|
Sumber : Mustafa E. Nasution (2006)
Melalui wakaf uang, harta benda yang diwakafkan wakif didayagunakan
untuk mencapai kemanfaatan jangka panjang dan arus yang tidak stagnan. Wakaf
uang yang dikelola oleh nadzir diputararuskan untuk motif profit oriented
dimana keuntungan tersebut tetap akan didistribusikan kembali untuk
kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat luas dengan tidak meninggalkan
hakikat dari wakaf itu sendiri.
Menurut Syauqi Beik, wakaf uang (wakaf tunai) merupakan dana atau
uang yang dihimpun oleh institusi pengelola wakaf (nadzir) melalui penerbitan
sertifikat wakaf uang yang dibeli oleh masyarakat. Dalam pengertian lain wakaf
uang dapat juga diartikan mewakafkan harta berupa uang atau surat berharga yang
dikelola oleh institusi perbankkan atau lembaga keuangan syari’ah yang
keuntungannya akan disedekahkan, tetapi modalnya tidak bisa dikurangi untuk sedekahnya,
sedangkan dana wakaf yang terkumpul selanjutnya dapat digulirkan dan
diinvestasikan oleh nadzir ke dalam berbagai sektor usaha yang halal dan
produktif, sehingga keuntungannya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan umat dan
bangsa.
Dilansir dari laman Radar Cirebon.com, didapatkan data bahwa
sepanjang Oktober 2008 telah tercatat 238 lokasi tanah wakaf di Kota Cirebon. Ada beberapa titik wakaf di seluruh kecamatan seperti di kecamatan Kejaksan
ada 54 lokasi, Kesambi 87 lokasi, Pekalipan 22 lokasi, Lemahwungkuk 37 lokasi
dan Harjamukti sebanyak 76 lokasi. Minat masyarakat dalam memberikan wakaf
tanah di Kota Cirebon cukup tinggi meskipun harga tanah di Kota Cirebon tergolong
cukup mahal. Berdasarkan data Kemenag Kota Cirebon pada tahun 2015, terdapat pertambahan
jumlah wakaf tanah yaitu sekitar 10 lokasi tanah wakaf yang terdiri dari
delapan lahan kosong dan dua lokasi tanah wakaf yang sudah terdapat bangunan
masjid diatasnya. Tanah wakaf tersebut ada di 3 kecamatan Kota Cirebon, yaitu
Kecamatan Harjamukti, Lemah Wungkuk dan Kesambi[5]. Potensi
tersebut tentulah bisa memberikan dampak positif yang signifikan bagi
masyarakat Kota Cirebon apabila dalam pengelolaanya dapat dikelola dengan
manajemen yang baik, terutama berkaitan dengan pemanfaatan lahan kosong yang
belum dapat dimaksimalkan ataupun dikelola dengan baik oleh nadzir sebagai
pihak pengelola.
Gagasan kombinasi antara wakaf tanah dengan wakaf tunai ini dapat menjadi solusi atau alternatif
pilihan dalam pemanfaatan tanah wakaf yang kosong untuk diproduktifkan melalui
aliran dana yang didapatkan dari wakaf uang. Wakaf uang yang dimaksudkan disini
adalah wakaf uang yang diinvestasikan melalui instrumen syariah lainnya seperti
obligasi syariah, saham syariah, reksadana syariah, asuransi syariah dan lain
sebagainya. Keuntungan yang didapatkan
dari kegiatan investasi tersebut, sebagian dana dialokasikan untuk pemberdayaan
wakaf tanah. Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan wakaf tanah produktif tidak
hanya menunggu bantuan dari pemerintah pusat saja, yang terkesan berbelit-belit
dengan sistem birokrasi yang ada. Akan tetapi ada alternatif lain yang dapat
digunakan yakni melalui profit yang didapatkan dari investasi wakaf uang.
Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah yang dapat dilakukan oleh
nadzir sebagai pihak pengelola adalah dengan melakukan pemetaan terhadap
tanah-tanah wakaf yang tersebar di berbagai kecamatan di Kota Cirebon.
Melakukan pembagian sektor-sektor, rancang bangun lokasi dimana tanah wakaf
tersebut diproduktifkan dengan memperhatikan berbagai aspek seperti meninjau
letak geografis, menyesuaikan dengan struktur dan kondisi tanah. Misalkan saja
di daerah Harjamukti, dana dari wakaf uang dapat dialokasikan untuk membangun
hotel syariah atau tempat penginapan mengingat lokasinya yang satu kecamatan
dengan Termnial Harjamukti yang cenderung ramai dengan aktivitas mobilitas
penduduk. Kemudian hasil sewa dari bangunan tersebut dapat dikelola oleh nadzir
untuk kepentingan umat. Begitupun dengan lokasi tanah wakaf lain yang tersebar
di beberapa wilayah dapat dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar tanpa meninggalkan esensi dari
wakaf.
Seiring perkembangan zaman
dan arus globalisasi yang tidak dapat dibendung, serta perkembangan tekonologi
yang semakin maju, memunculkan adanya inovasi-inovasi baru dalam berbagai
bidang tidak terkecuali dalam dunia perwakafan nasional. Inovasi-inovasi
tersebut tidak lain diperuntukkan untuk pengembangan wakaf agar potensi wakaf
yang ada di Indonesia dapat dikelola dengan baik dan dapat mensejahteraan
masyarakat luas untuk mencapai salah satu tujuan negara yaitu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Nafis , Cholis. 2009. Wakaf
Uang untuk Jaminan Sosial. Jurnal Al-Awqaf, Vol II. Nomor 2.
Nasution, Mustafa Edin. 2006.
Wakaf Tunai dan Sekor Volunteer. Dalam Mustafa Edin
Nasution dan Uswatun Hasanah (ed), Wakaf
Tunai Inovasi Finansial Islam. Jakarta
: PSTTI UI
Soemitra,
Andri. 2009. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta : Kencana
Undang-Undang Nomor 41 Tentang Wakaf, Departemen Agama Ri, Dirjen
Bimas Islam dan
Penyelenggaraan
Haji. 2005.
Footnote :
[1] Undang-Undang
Nomor 41 Tetang Wakaf, Departemen Agama Ri, Dirjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji, 2005, hlm. 3.
[2] Andri Soemitra,
“Bank & Lembaga Keuangan Syariah” (Jakarta : Kencana, 2009), Edisi II,
hal. 456.
[3] Cholis Nafis,
“Wakaf Uang untuk Jaminan Sosial”, Jurnal AL-Awqaf, Vol II. Nomor 2,
April 2009.
[4] Mustafa Edin
Nasution, “Wakaf Tunai dan Sekor Volunteer”, dalam Mustafa Edin Nasution dan
Uswatun Hasanah (ed), Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam, (Jakarta :
PSTTI UI, 2006), hlm 43-44.
[5]
www.radarcirebon.com Diakses pada 22 Desember 2017.